DAYA TAHAN PSIKOLOGIS LGO4D KELUARGA SUNDA TERBELIT MITRA MORAL AGAMA DAN BUDAYA

Daya tahan Psikologis LGO4D Keluarga Sunda Terbelit Mitra Moral Agama dan Budaya

Daya tahan Psikologis LGO4D Keluarga Sunda Terbelit Mitra Moral Agama dan Budaya

Blog Article

Kompleksitas perkara keluarga berpotensi melemahkan institusi marga seandainya dasar daya negara. Kajian-kajian ketangguhan psikologis marga yang sesuai dengan konteks keluarga Asia tidak sepenuhnya terepresentasikan dalam teori dari negara Barat.

Penjelasan ketabahan psikologis rtp lgo4d keluarga di Asia juga masih sedikit dan Indonesia dengan keragaman keluarga menjadi entitas menarik untuk ditelaah. Bangsa Sunda yakni marga terbesar kedua di Indonesia yang dominan kaya di Jawa Barat. Saat ini, Jawa Barat memiliki tingkat perpisahan teratas di Indonesia.

Meski membuatkan berbagai konsekuensi bersahabat seperti stigma bagi separo janda, data Badan Pusar Perangkaan mempertontonkan angka perceraian di Indonesia fluktuatif mengarah pada perbanyakan dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2017 terpendam 374,516 hal Perpisahan tahun 2018 sebayak 408,202 Penyakit 439,002 di tahun 2019, 291,677 kasus di tahun 2020, dan 447,743 pada tahun 2021.

Kesudahannya catatan yang abdi lakukan bertujuan untuk mempelajari ide dan dinamika ketegaran psikologis keluarga Sunda dengan memakai pendekatan kualitatif dan desain multi Gaya ujar Yunita Sari, S.Psi., M.Psi di Fakultas Psikologi UGM, Selasa (24/1).

Pembimbing Fakultas Psikologi Kampus Islam Bandung menyampaikan hal itu saat membuntuti ujian ijmal program doktor. Menandu materi Konsep dan Dinamika Ketegaran Psikologis Kelompok Sunda, Yunita dalam memperkuat disertasinya didampingin promotor, Prof. Dr. Tina Afiatin dan ko-promotor, Prof. Dr. Subandi, M.A., Ph.D.

Yunita merapal tuntut ilmu yang ia lakukan terdiri dari tiga tahap Pembahasan Mencari ilmu pertama, bermaksud mencebak rencana kekuatan psikologis suku Sunda melalui peninjauan kualitatif pada 286 partisipan dari kelompok Sunda utuh dan cerai di wilayah Bandung Raya.

Menggali ilmu Kedua berujud untuk mendalami dinamika kegigihan psikologis marga Sunda melalui pengalaman kelompok utuh dan cerai dengan muslihat fenomenologi. Data diperoleh dengan wawancara mendalam pada 7 (tujuh) kelompok Sunda utuh dan 5 (lima) suku Sunda cerai. Ke3 proses pembauran bermaksud untuk membayar teoretisasi temuan menuntut ilmu pertama dan Kedua mengabdikan jalan sintesis interpretatif (grounded theory).

Rakitan penyigian menampilkan ketabahan psikologis suku Sunda ialah situasi sauyunan (harmoni) yang diperoleh dari adanya prinsip sineger tengah Keseimbangan retakan implementasi moral agama darigama dan tali paranti, antara validasi rekan bisnis marga inti, bangsa besar dan kondisi sosial yang difasilitasi dengan leuleus LIVECHAT LGO4D liat (fleksibilitas) sebagai Perkembangan paparnya di hadapan tim penguji.

Jelasnya tersedia lima elemen yang turut berperan menyediakan kegigihan psikologis bangsa Sunda yang bersemangat kontinum dan memagari leuleus liat Yaitu internalisasi nilai-nilai di dalam Kelompok kemandirian dan Kecanduan keterbukaan dan komunikasi, kontinuitas belajar dan memindahkan diri serta pertemanan dan jajahan Bersahabat Oleh Karenanya dalam kupasan ini menyabet gagasan kelompok bagi orang Sunda yang memiliki perbedaan dengan gagasan nuclear family dan extended family dari negara Barat.

Bagi masyarakat Sunda, rencana suku terdiri dari dulur dan baraya. Dulur merupakan orang terdekat dengan ego(diri) merupakan orang tua dan saudara kandung tetapi baraya adalah semua orang yang memiliki sangkut-paut kekerabatan.

Dulur mengacu pada saudara kandung ego (diri), orang tua ego (diri) meski ego (diri) telah menikah sehingga terdiri dari kakek-nenek, anak dan cucu. Hal ini berbeda dengan masyarakat pada kebanyakan yang berfokus pada rencana Barat dengan mengabdikan terminologi nuclear family atau keluarga inti yang mengacu pada ayah, ibu dan anak serta extended family atau kelompok besar yang mengacu pada bangsa sedarah seperti kakek-nenek, sepupu, bibi-paman.

“Adanya metamorfosis situasi bersahabat yang mengarah pada kesendirian yang berfokus pada nuclear family (ayah, ibu dan anak) menyesatkan gagasan suku Sunda yang berfokus pada dulur sehabis ego (diri) menikah atau melatih suku baru. Untuk itu, temuan strategis dalam ulasan ini memberi tahu ketangguhan psikologis kelompok Sunda terbawa dengan kawan kerja serta sila agama dan budaya,” ungkapnya.

Yunita mengakui ceramah ini yaitu komentar awal yang tengah perlu dikembangkan lebih lanjut. Dalam jalan tafsiran ini, terselip beberapa keterbatasan yang mungkin bisa menjadi catatan bagi penelitian berikutnya.

Beberapa keterbatasan tersebut retakan lain yakni hambatan mendapatkan partisipan dari kelompok cerai. Hal ini dikarenakan informasi tergantung suku cerai tidak selalu terdokumentasi di tingkat kelurahan/desa dan tidak semua bangsa cerai bersedia untuk terjerumus dalam Pengkajian.

Report this page